Teluk Bintuni, Indikatornews.co.id – Suasana hangat menyelimuti sebuah warung kuliner sederhana di Kampung Bumi Saniari Distrik Manimeri. Aroma mie ayam mengepul dari dapur kecil, tawa warga terdengar bersahut-sahutan. Namun, hari itu tak sekadar tentang makanan. Sebuah momen sederhana berubah menjadi potret kepemimpinan yang membumi saat Bupati Teluk Bintuni, Yohanis Manibuy yang akrab disapa Anisto, tiba disela-sela sedang menjalankan aktivitasnya sebagai Kepala Daerah.
Anisto datang tanpa seremonial. Ia langsung menuju warung kecil memesan seporsi mie ayam favoritnya untuk dibungkus. “Masih kenyang,” ujarnya sambil tertawa ringan, “tadi pagi sudah dua kali makan di acara warga.” Namun ia tidak segera pergi. Justru ia memilih duduk bersama warga, ikut bercengkerama. Tak ada protokol ketat, tak ada garis pemisah antara pemimpin dan rakyatnya. Senin (5/5/2025).
Di meja yang sama dengan warga, Anisto mendengarkan cerita mereka, mulai dari harga pupuk yang makin mahal, harapan soal beasiswa, hingga kisah lucu anak-anak sekolah. “Pemimpin itu harus hadir, mendengar langsung, dan mengerti dari dekat,” ujarnya sambil menanggapi keluhan dengan sabar. Dalam kehangatan obrolan itu, hadir pula kekuatan yang tak terlihat, tumbuhnya kepercayaan, dan motivasi dari rakyat kecil yang merasa didengar.
Tanpa sadar, interaksi ini menjadi dukungan nyata terhadap pelaku UMKM lokal. Warung mie ayam yang biasanya ramai, hari itu lebih hidup. Bupati tidak hanya datang membeli, tapi juga menghadirkan nilai bahwa tempat kecil bisa punya dampak besar ketika dihargai dan didatangi.
Langkah Anisto mencerminkan gaya kepemimpinan partisipatif yang membumi. Dalam situasi ekonomi yang menantang, kehadiran seorang pemimpin di tengah usaha mikro seperti ini bukan sekadar simbol, tapi dorongan moral dan motivasi nyata. Kepedulian terhadap UMKM lokal, yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian rakyat, ditunjukkan melalui tindakan sederhana namun berdampak.
Di warung kecil itu, Anisto tak hanya memesan mie ayam, ia menyampaikan pesan penting bahwa pembangunan dimulai dari hal paling dekat, dari obrolan santai, dari pengakuan bahwa rakyat bukan objek pembangunan, melainkan mitra sejajar.
Dalam aroma mie ayam dan hangatnya tawa warga, tergambar jelas sebuah pelajaran, bahwa pemimpin besar tak diukur dari podium atau pidato panjang, tapi dari caranya mendekat, merendah, dan hadir sebagai bagian dari rakyatnya. Kampung Bumi Saniari hari itu bukan sekadar tempat makan, melainkan ruang tumbuhnya harapan dan keyakinan bahwa perubahan bisa dimulai dari meja kecil di warung sederhana.
Ali Fendi, sang pemilik warung pun sangat bahagia karena selain para tamu yang berkunjung di warung mie ayam miliknya, ada sosok pemimpin nomor 1 di Teluk Bintuni, menyempatkan untuk singgah dan memesan mie ayam.
Ali berharap Pemerintahan yang dipimpin oleh Bupati Yohanis Manibuy dan Wakil Bupati Joko Lingara dapat membawa perubahan melihat seluruh aspek pembangunan hingga peningkatan ekonomi kerakyatan, seperti UMKM dan pedagang kecil lainnya.
“Engkok tekerjet oreng nomer sittung di Bintuni, ambu neng berung tang mie ayam, (saya kaget orang nomor satu di Bintuni singgah di warung saya, beli mie ayam)” ucap Ali sambil mata berkaca-kaca, yang menjelaskan dengan bahasa Madura. (Wn).