Teluk Bintuni, IndikatorNews.co.id – Di ufuk timur matahari terbit pulau provinsi Papua Barat, terbentanglah sebuah kabupaten yang lahir dari denyut harapan dan asa yang panjang. Kabupaten Teluk Bintuni, di tahun 2025 ini genap berusia 22 tahun, sebagai satu entitas pemerintahan yang mekar dari rahim sejarah dan perjuangan masyarakat adat yang mencintai tanah leluhurnya. Senin (9/7/2025).
Diresmikan pada 2003 silam, Kabupaten Teluk Bintuni bukan sekadar nama di peta administratif. Di Kabupaten Teluk Bintuni terdapat 7 suku asli dan suku Papua lainnya yang mendiami, hidup berdampingan bersama suku Nusantara. Teluk Bintuni salah satu kabupaten yang berada di provinsi Papua Barat, dengan luas 18.637,00 km2, dengan jumlah penduduk Teluk Bintuni sekisar 82.404 jiwa, dan berdiri berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002.
Pemerintahan Kabupaten Teluk Bintuni terdiri dari 24 kecamatan, 2 kelurahan, dan 117 desa. Yang menerangi perjalanan pembangunan di kawasan kepala burung Tanah Papua Barat.
Teluk Bintuni terbentang di antara pesisir dan pegunungan, menyimpan lanskap yang memukau, rawa-rawa yang menyatu dengan hutan tropis, hamparan sungai yang mengalir tenang, dan teluk yang memeluk daratan dengan lembut. Kabupaten ini menjadi rumah bagi dari 7 suku asli, di antaranya Suku kuri, Wamesa, Sebyar, Irarutu, Sumuri, Sough, Moskona yang hidup berdampingan dalam harmoni yang diwariskan turun-temurun bersama suku lainnya.
Bahasa daerah, nyanyian adat, dan ritual kampung masih bergema dalam keseharian, menyatu dalam denyut nadi masyarakat yang menari dalam irama alam. Dalam kehidupan yang bersahaja, mereka menjunjung tinggi falsafah “satu tungku tiga batu”—simbol kekeluargaan, kerja sama, dan keteguhan dalam menjaga jati diri.
Di balik balutan modernisasi, masyarakat Teluk Bintuni tetap teguh memegang nilai-nilai luhur. Di bawah kepemimpinan Bupati Yohanis Manibui dan Wakil Bupati Teluk Bintuni, Joko Lingara, periode 2025-2030, Kabupaten Teluk Bintuni kini
memiliki visi misi “SERASI” Mewujudkan masyarakat yang Sehat, Energik, Religius, dan Andal menuju Teluk Bintuni Smart dan Inovatif.
Sehingga selain dari semua program pembangunan, sektor Pendidikan terus bertumbuh, meski tantangan geografis sering membatasi akses. Pemerintah daerah bersinergi dengan tokoh masyarakat untuk membangun sekolah di kampung-kampung terpencil, demi menyalakan obor ilmu bagi generasi muda.
Kehidupan budaya begitu kental, tari-tarian tradisional seperti Tari Seka masih dipentaskan dalam pesta adat, perayaan panen, dan penyambutan tamu kehormatan. Perempuan mengenakan noken dan anak-anak masih dibesarkan dalam cerita rakyat dan petuah orang tua yang sarat makna.
Sebagai masyarakat majemuk, warga Teluk Bintuni memeluk agama diantaranya, Islam Kristen, Katolik, Hindu, Budha, keberagaman keyakinan dijaga dengan penuh hormat. Gereja, Masjid, Pure dan tempat ibadah lainnya berdiri berdampingan. Suara lonceng dan Azan menyatu dalam simfoni kedamaian. Hari besar keagamaan dirayakan bersama dalam semangat gotong royong, menjadikan nilai religius sebagai landasan moral dalam setiap langkah hidup.
Kini, di usia ke-22 tahun, Kabupaten Teluk Bintuni terus menata langkah. Sektor migas yang menjadi primadona membuka peluang ekonomi, tetapi masyarakat dan pemimpin daerah sepakat pembangunan harus berakar pada kearifan lokal. Mereka tidak ingin menjadi tamu di tanah sendiri. Maka pembangunan berwawasan lingkungan, pendidikan kontekstual, dan pemberdayaan ekonomi rakyat menjadi prioritas utama.
Teluk Bintuni bukan sekadar kabupaten, ia adalah ruh tanah Papua yang hidup dan berdenyut. Dalam lembut kabut pagi dan gemuruh ombak muara teluknya, ada doa-doa yang dipanjatkan, agar damai tetap abadi, agar anak cucu bisa menikmati tanah yang dijaga dengan cinta dan air mata. (Wn).